|
Rembuk Konservasi antara Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah III Tomia - Pemerintah Desa Waitii Barat - Tenaga Pendamping Profesional Kecamatan Tomia Wakatobi (foto : Ilham) |
TOMIA, WakatobiChannel - Kabupaten Wakatobi sebagai Daerah Otonom
yang ditetapkan dengan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2003 bersamaan dengan
pembentukan Kabupaten Bombana dan Kabupaten Kolaka Utara di Sulawesi
Tenggara dengan wilayah yang terdiri
dari 97% adalah laut dan darat hanya 3%,
dibentuk oleh gugusan pulau-pulau kecil baik yang berpenghuni maupun tidak
berpenghuni.
Sebagaimana juga kita ketahui
bersama bahwa Kabupaten Wakatobi adalah wilayah konservasi yang ditetapkan
menjadi Taman Nasional Laut Wakatobi dengan luas area mencapai 1.390.000 Ha
berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Kehutanan Nomor 393/Kpts-V/1996. Sehingga sebagai wilayah konservasi seharusnya
kita sama-sama menjaga dan melestarikan sumber daya yang ada untuk
keberlangsungan sumber daya alam kita.
Hal itu diungkapkan oleh Kepala
Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah
III, Iwanuddin, SP., M. Sc dalam
pertemuan (rembuk) dengan Pemerintah Desa Waitii Barat (09/07/2020) yang juga dihadiri oleh Tenaga Pendamping
Profesional Program Pembangunan dan
Pemberdayaan Masyarakat Desa (Jumiadin -
TA Kabupaten Wakatobi, Muh Ilham Nur - PD Kecamatan Tomia dan Nurfita - PLD
Desa Waitii Barat).
Kepala Seksi juga menguraikan
hasil kunjungan lapangan ke area pembangunan tracking mangrove, menurutnya, “dalam
kunjungannya ditemukan ada tumpukan kulit kima serta ada dahan/cabang pohon
bakau yang terpotong di sekitar area pekerjaan pembangunan tracking mangrove,
sehingga Kepala Desa kami minta untuk memberikan klarifikasi terkait temuan
itu, dan juga proses pembangunan tracking dan anjungan yang sudah dibangun,
karena menurut kami selama ini belum ada koordinasi atau komunikasi terkait
kegiatan itu padahal itu masuk pada area atau wilayah konservasi.
Sementara itu Rulian Situmorang,
Pegawai SPTN menjelaskan terkait konsep
kerjasama dalam kawasan konservasi, menurutnya bahwa, “ ada Permenhut No. P.85/2014 tentang Tata Cara Kerjasama
Penyelenggaraan Konservasi Suaka Alam (KSA)
dan Kawasan Pelestarian Alam (KPA), kerjasama dimaksud adalah antar
Pemerintah Desa dengan pihak Balai Taman Nasional dalam rangka penguatan fungsi KSA dan KPA
serta konservasi keanekaragaman hayati. Jadi ada semacam Surat Perjanjian
Kerjasama (SPK) antara Pemerintah Desa dengan Balai Taman Nasional dalam rangka
penyelenggaraan konservasi dan pelestarian alam, “ tegasnya.
Beliau juga
menambahkan, ” sekarang itu ada
Peraturan Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Nomor
P.6/KSDAE/SET/Kum.1/6/2018 tentang Petunjuk Teknis Kemitraan Konservasi Pada
Kawasan Suaka Alam Dan Kawasan Pelestarian Alam, Perdirjen ini lebih bagus
karena pola kemitraan ini dimaksudkan untuk mewujudkan kemandirian dan
kesejahteraan masyarakat dalam rangka penguatan tata kelola dan fungsi kawasan
konservasi dan kelestarian keanekaragaman hayati. Misalanya di Desa Waitii
Barat dengan adanya pembangunan tracking mangrove ini akan meningkatkan ekonomi
masyarakat dan disisi lain dari segi konservasi kita dapat menjaga bersama dan
bisa jadi ada program-program dari Balai Taman Nasional yang akan dipusatkan
lokasinya di wilayah mangrove Desa Waitii Barat, jelas Pak Ruli
|
Tracking dan Anjungan Mangrove di Desa Waitii Barat Kec Tomia Hasil Replikasi Bursa Inovasi Desa 2018 (foto: Madiali) |
La Amdja selaku Kepala Desa Waitii Barat yang dimintai klarifikasi
terkait Pembangunan Tracking Mangrove dan Anjungan mengatakan bahwa, ” Ide awal
kami membangun itu adalah pada saat kami mengikuti Bursa Inovasi Desa yang
diselenggarakan di Kabupaten Wakatobi pada tahun 2018, dan kami kemudian
bersepakat dengan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Desa Waitii Barat untuk
merencanakan Pembangunan Tracking Mangrove dan Anjungannya yang karena
keterbatasan anggaran sehingga kami bangun bertahap, jadi pada tahun anggaran 2019 kami baru bangun
tracking mangrovenya dan pada tahun 2020 ini kami bangun anjungannya dengan
harapan agar ada kegiatan pemberdayaan warga desa kami, “ jelasnya.
Terkait izin untuk membangun itu
secara tertulis kami belum pernah menyurat ke Balai ini, hanya secara lisan
sudah pernah terbangun komunikasi yang pada waktu itu difasilitasi oleh Ketua
Tim Inovasi Desa Kecamatan Tomia (Pak Alimuddin, S.Sos) karena memang waktu itu
kegiatan – kegiatan inovasi seperti yang kami bangun ini melalui juga
diskusi-diskusi dengan mereka, hanya saja komunikasi yang dibangun saat itu
tidak secara tertulis, hanya secara lisan saja dengan Kepala Balai yang lama,
“tambahnya.
Masih menurut Bapak La Amdja, “sebagai wujud kepedulian pada mangrove atau
bakau yang ada di wilayah Desa Waitii Barat maka kami tidak membangun tracking
itu ke dalam kawasan mangrovenya tetapi kami membangunnya di luar dengan alasan
agar kami tidak merusak mangrove atau bakau yang ada serta kami juga sudah
mengangkat Tenaga Penjaga Pantai sebanyak 2 orang yang diberikan honor melalui
APBDes yang bersumber dari Dana Desa
sejak tahun 2017 yang salah satu tugas mereka adalah mengawasi hutan bakau
(mangrove) yang ada, “ pungkasnya.
|
Anjungan Mangrove Desa Waitii Barat Tomia Wakatobi |
Sementara
itu Jumiadin, SP., M. Si selaku Tenaga Ahli P3MD Kabupaten Wakatobi
yang ikut pada Rembuk ini mengatakan
bahwa, “ Ide awal Pemerintah Desa Waitii Barat sebagaimana yang dijelaskan tadi
adalah bahwa pada bulan September tahun 2018 Dinas P3APMD Kabupaten Wakatobi
melalui Program Inovasi Desa Kementerian Desa PDTT menyelenggarakan Bursa Inovasi
Desa sebagai sebuah forum penyebaran
dan pertukaran inisiatif atau inovasi masyarakat yang berkembang di desa-desa,
melalui menu bursa yang ada. Menu Bursa adalah kegiatan-kegiatan yang dianggap
inovatif dan sukses diberbagi desa di Indonesia yang didanai oleh dana desa,
sehingga desa melihat menu dan dokumen pembelajaran yang ada, desa memilih menu tersebut sesuai dengan potensi
desa yang dimilikinya yang akan mereka replikasi di desanya, “ jelasnya.
Ditambahkan pula bahwa menu yang ada
kemudian dibawa dalam forum musyawarah desa untuk dibahas dan disepakati lalu
dimuat dalam dokumen perencanaan desa
(RPJMDes, RKPDes) dan ditetapkan kegiatannya dalam Anggaran Pendapatan
dan Belanja Desa (APBDes), “terang PIC Bursa Inovasi Desa Kabupaten Wakatobi
ini.
Dua keterangan yang diberikan oleh
pemerintah desa dan pendamping terkait proses pembangunan tracking mangrove
yang ada pada intinya memperjelas dasar dan tujuan pembangunan tracking
mangrove dan anjungannya, sehingga Kepala Seksi PTN Iwanuddin, SP., M. Sc mengatakan, “ secara pribadi sebenarnya saya
mendukung kegiatan yang dimaksud karena ini semua dalam rangka untuk memberdayakan
masyarakat setempat sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan
masyarakat dan desa, akan tetapi sebagai sesama pemerintah mestinya harus ada
koordinasi karena itu terkait tugas kami dalam pengelolaan kawasan taman
nasional, dimana wilayah itu menjadi bagian dari taman nasional, “jelasnya.
Pada dialog itu Jumiadin menambahkan “
saya kira ini hanya miscommunication
(belum terjalinnya koordinasi) saja sehingga kedepan kami meminta kepada Balai
Taman Nasional untuk melakukan sosialisasi terkait hal ini karena bisa jadi
pemerintah desa belum tau terkait hal teknis ini, sehingga jika sudah ada
sosialisasi kesemua desa yang ada di Wakatobi ini bahwa jika ada kegiatan
pembangunan di wilayah pesisir dan laut terlebih dahulu ada pemberitahuan kepada
Balai Taman Nasional, sehingga pihak Taman nasional akan memberikan petunjuk
teknis terkait pengelolaan kawasan, dengan demikian sehingga terjadi kerjasama
yang baik.”
Ditambahkan pula bahwa dalam rangka
memberikan edukasi atau pembelajaran kepada warga desa agar nanti di area
tracking mangrove dan anjungan di Desa Waitii Barat meminta kepada pihak SPTN
untuk memasang baliho-baliho atau papan informasi yang memuat pesan-pesan konservasi dan pelestarian
keanekaragaman hayati termasuk regulasi mengenai pengelolaan taman nasional,
“pungkasnya.
Petugas SPTN lain La
Engga mengatakan, “ sebaiknya setiap musyawarah perencanaan desa kami juga
diundang sehingga ketika ada usulan kegiatan masyarakat yang berhubungan dengan
konservasi kami dapat memberikan masukan terkait teknis pelaksanaan sesuai
regulasi konservasi, karena selama ini kami tidak pernah diundang untuk ikut
acara musyawarah perencanaan desa, beda halnya dengan musrenbang kecamatan,
kami selalu diundang untuk hadir bersama muspika yang ada”.
|
Foto Bersama Setelah Rembuk di Kantor SPTN Wilayah III Tomia (foto:Nurfita) |
Sementara itu Pendamping Desa
Kecamatan Tomia, Muhammad Ilham Nur, ST
menjelaskan bahwa, “ sebenarnya
tujuan pembangunan tracking dan anjungan di Desa Waitii Barat itu dalam rangka
konservasi juga yaitu dengan adanya tracking dan anjungan itu secara otomatis
akan menjaga aktivitas masyarakat yang ada di sekitar mangrove/bakau sehingga
aktivitas perekonomian yang ada itu adalah hasil atau efek sampingnya saja,
“jelasnya.
Sementara itu Sekretaris Desa Waitii Barat Madiali, S.Pd mengatakan, "kami berterima kasih kepada pihak SPTN III atas perhatian dan informasinya terkait kerjasama yang akan dibangun ini, dan secepatnya akan kami proses surat permohonan ke Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah III untuk kerjasama atau untuk membangun kemitraan konservasi, semoga pola kemitraan ini dapat menguntungkan kita semua,".