Menulislah agar Kau tetap ada dalam Masyarakat dan Sejarah

WakatobiChannel, Jendela Informasi Seputar Kabupaten Wakatobi dan Segitiga Karang Dunia

Sabtu, 18 Juli 2020

Rembuk Konservasi Desa

Rembuk Konservasi antara Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah III Tomia - Pemerintah Desa Waitii Barat - Tenaga Pendamping Profesional Kecamatan Tomia  Wakatobi   (foto : Ilham)



TOMIA, WakatobiChannel - Kabupaten Wakatobi sebagai Daerah Otonom yang ditetapkan dengan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2003 bersamaan dengan pembentukan Kabupaten Bombana dan Kabupaten Kolaka Utara di Sulawesi Tenggara  dengan wilayah yang terdiri dari  97% adalah laut dan darat hanya 3%, dibentuk oleh gugusan pulau-pulau kecil baik yang berpenghuni maupun tidak berpenghuni.
Sebagaimana juga kita ketahui bersama bahwa Kabupaten Wakatobi adalah wilayah konservasi yang ditetapkan menjadi Taman Nasional Laut Wakatobi dengan luas area mencapai 1.390.000 Ha berdasarkan Surat Keputusan  Menteri Kehutanan Nomor 393/Kpts-V/1996. Sehingga sebagai wilayah konservasi seharusnya kita sama-sama menjaga dan melestarikan sumber daya yang ada untuk keberlangsungan sumber daya alam kita.
Hal itu diungkapkan oleh Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional  Wilayah III, Iwanuddin, SP., M. Sc dalam pertemuan (rembuk) dengan Pemerintah Desa Waitii Barat (09/07/2020) yang juga dihadiri oleh Tenaga Pendamping Profesional  Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat  Desa (Jumiadin - TA Kabupaten Wakatobi, Muh Ilham Nur - PD Kecamatan Tomia dan Nurfita - PLD Desa Waitii Barat).
Kepala Seksi juga menguraikan hasil kunjungan lapangan ke area pembangunan tracking mangrove, menurutnya, “dalam kunjungannya ditemukan ada tumpukan kulit kima serta ada dahan/cabang pohon bakau yang terpotong di sekitar area pekerjaan pembangunan tracking mangrove, sehingga Kepala Desa kami minta untuk memberikan klarifikasi terkait temuan itu, dan juga proses pembangunan tracking dan anjungan yang sudah dibangun, karena menurut kami selama ini belum ada koordinasi atau komunikasi terkait kegiatan itu padahal itu masuk pada area atau wilayah konservasi.
Sementara itu Rulian Situmorang, Pegawai  SPTN menjelaskan terkait konsep kerjasama dalam kawasan konservasi, menurutnya bahwa, “ ada Permenhut No. P.85/2014 tentang Tata Cara Kerjasama Penyelenggaraan Konservasi Suaka Alam (KSA)  dan Kawasan Pelestarian Alam (KPA), kerjasama dimaksud adalah antar Pemerintah Desa dengan pihak Balai Taman Nasional  dalam rangka penguatan fungsi KSA dan KPA serta konservasi keanekaragaman hayati. Jadi ada semacam Surat Perjanjian Kerjasama (SPK) antara Pemerintah Desa dengan Balai Taman Nasional dalam rangka penyelenggaraan konservasi dan pelestarian alam, “ tegasnya.
Beliau juga menambahkan,  ” sekarang itu ada Peraturan Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Nomor P.6/KSDAE/SET/Kum.1/6/2018 tentang Petunjuk Teknis Kemitraan Konservasi Pada Kawasan Suaka Alam Dan Kawasan Pelestarian Alam, Perdirjen ini lebih bagus karena pola kemitraan ini dimaksudkan untuk mewujudkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dalam rangka penguatan tata kelola dan fungsi kawasan konservasi dan kelestarian keanekaragaman hayati. Misalanya di Desa Waitii Barat dengan adanya pembangunan tracking mangrove ini akan meningkatkan ekonomi masyarakat dan disisi lain dari segi konservasi kita dapat menjaga bersama dan bisa jadi ada program-program dari Balai Taman Nasional yang akan dipusatkan lokasinya di wilayah mangrove Desa Waitii Barat, jelas Pak Ruli
 
Tracking dan Anjungan Mangrove di Desa Waitii Barat Kec Tomia Hasil Replikasi Bursa Inovasi Desa 2018 (foto: Madiali)
La Amdja selaku Kepala Desa Waitii Barat yang dimintai klarifikasi terkait Pembangunan Tracking Mangrove dan Anjungan mengatakan bahwa, ” Ide awal kami membangun itu adalah pada saat kami mengikuti Bursa Inovasi Desa yang diselenggarakan di Kabupaten Wakatobi pada tahun 2018, dan kami kemudian bersepakat dengan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Desa Waitii Barat untuk merencanakan Pembangunan Tracking Mangrove dan Anjungannya yang karena keterbatasan anggaran sehingga kami bangun bertahap, jadi  pada tahun anggaran 2019 kami baru bangun tracking mangrovenya dan pada tahun 2020 ini kami bangun anjungannya dengan harapan agar ada kegiatan pemberdayaan warga desa kami, “ jelasnya.
Terkait izin untuk membangun itu secara tertulis kami belum pernah menyurat ke Balai ini, hanya secara lisan sudah pernah terbangun komunikasi yang pada waktu itu difasilitasi oleh Ketua Tim Inovasi Desa Kecamatan Tomia (Pak Alimuddin, S.Sos) karena memang waktu itu kegiatan – kegiatan inovasi seperti yang kami bangun ini melalui juga diskusi-diskusi dengan mereka, hanya saja komunikasi yang dibangun saat itu tidak secara tertulis, hanya secara lisan saja dengan Kepala Balai yang lama, “tambahnya.
Masih menurut Bapak La Amdja,  “sebagai wujud kepedulian pada mangrove atau bakau yang ada di wilayah Desa Waitii Barat maka kami tidak membangun tracking itu ke dalam kawasan mangrovenya tetapi kami membangunnya di luar dengan alasan agar kami tidak merusak mangrove atau bakau yang ada serta kami juga sudah mengangkat Tenaga Penjaga Pantai sebanyak 2 orang yang diberikan honor melalui APBDes  yang bersumber dari Dana Desa sejak tahun 2017 yang salah satu tugas mereka adalah mengawasi hutan bakau (mangrove) yang ada, “ pungkasnya.
 
Anjungan Mangrove Desa Waitii Barat Tomia Wakatobi
Sementara itu Jumiadin, SP., M. Si  selaku Tenaga Ahli P3MD Kabupaten Wakatobi yang ikut pada Rembuk  ini mengatakan bahwa, “ Ide awal Pemerintah Desa Waitii Barat sebagaimana yang dijelaskan tadi adalah bahwa pada bulan September tahun 2018 Dinas P3APMD Kabupaten Wakatobi melalui Program Inovasi Desa Kementerian Desa PDTT menyelenggarakan Bursa Inovasi Desa sebagai sebuah forum penyebaran dan pertukaran inisiatif atau inovasi masyarakat yang berkembang di desa-desa, melalui menu bursa yang ada. Menu Bursa adalah kegiatan-kegiatan yang dianggap inovatif dan sukses diberbagi desa di Indonesia yang didanai oleh dana desa, sehingga desa melihat menu dan dokumen pembelajaran yang ada,  desa memilih menu tersebut sesuai dengan potensi desa yang dimilikinya yang akan mereka replikasi di desanya, “ jelasnya.

Ditambahkan pula bahwa menu yang ada kemudian dibawa dalam forum musyawarah desa untuk dibahas dan disepakati lalu dimuat dalam dokumen perencanaan desa  (RPJMDes, RKPDes) dan ditetapkan kegiatannya dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes), “terang PIC Bursa Inovasi Desa Kabupaten Wakatobi ini.

Dua keterangan yang diberikan oleh pemerintah desa dan pendamping terkait proses pembangunan tracking mangrove yang ada pada intinya memperjelas dasar dan tujuan pembangunan tracking mangrove dan anjungannya, sehingga Kepala Seksi PTN Iwanuddin, SP., M. Sc mengatakan, “ secara pribadi sebenarnya saya mendukung kegiatan yang dimaksud karena ini semua dalam rangka untuk memberdayakan masyarakat setempat sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat dan desa, akan tetapi sebagai sesama pemerintah mestinya harus ada koordinasi karena itu terkait tugas kami dalam pengelolaan kawasan taman nasional, dimana wilayah itu menjadi bagian dari taman nasional, “jelasnya.

Pada dialog itu Jumiadin menambahkan “ saya kira ini hanya miscommunication (belum terjalinnya koordinasi) saja sehingga kedepan kami meminta kepada Balai Taman Nasional untuk melakukan sosialisasi terkait hal ini karena bisa jadi pemerintah desa belum tau terkait hal teknis ini, sehingga jika sudah ada sosialisasi kesemua desa yang ada di Wakatobi ini bahwa jika ada kegiatan pembangunan di wilayah pesisir dan laut terlebih dahulu ada pemberitahuan kepada Balai Taman Nasional, sehingga pihak Taman nasional akan memberikan petunjuk teknis terkait pengelolaan kawasan, dengan demikian sehingga terjadi kerjasama yang baik.”
Ditambahkan pula bahwa dalam rangka memberikan edukasi atau pembelajaran kepada warga desa agar nanti di area tracking mangrove dan anjungan di Desa Waitii Barat meminta kepada pihak SPTN untuk memasang baliho-baliho atau papan informasi yang memuat  pesan-pesan konservasi dan pelestarian keanekaragaman hayati termasuk regulasi mengenai pengelolaan taman nasional, “pungkasnya.

Petugas SPTN  lain La Engga mengatakan, “ sebaiknya setiap musyawarah perencanaan desa kami juga diundang sehingga ketika ada usulan kegiatan masyarakat yang berhubungan dengan konservasi kami dapat memberikan masukan terkait teknis pelaksanaan sesuai regulasi konservasi, karena selama ini kami tidak pernah diundang untuk ikut acara musyawarah perencanaan desa, beda halnya dengan musrenbang kecamatan, kami selalu diundang untuk hadir bersama muspika yang ada”.
Foto Bersama Setelah Rembuk di Kantor SPTN Wilayah III Tomia  (foto:Nurfita)

Sementara itu Pendamping Desa Kecamatan Tomia, Muhammad Ilham Nur, ST menjelaskan bahwa,        “ sebenarnya tujuan pembangunan tracking dan anjungan di Desa Waitii Barat itu dalam rangka konservasi juga yaitu dengan adanya tracking dan anjungan itu secara otomatis akan menjaga aktivitas masyarakat yang ada di sekitar mangrove/bakau sehingga aktivitas perekonomian yang ada itu adalah hasil atau efek sampingnya saja, “jelasnya.

Sementara itu Sekretaris Desa Waitii Barat Madiali, S.Pd  mengatakan, "kami berterima kasih kepada pihak SPTN III atas perhatian dan informasinya terkait kerjasama yang akan dibangun ini, dan secepatnya akan kami proses surat permohonan ke Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah III untuk kerjasama atau untuk membangun kemitraan konservasi, semoga pola kemitraan ini dapat menguntungkan kita semua,". 


WISATA

Gus Imin Cinta Kami, Anak Millineal Kota Kendari

  Komunitas Millenial Kota Kendari Deklarasi Dukung Gus Muhaimin  Kendari – WakatobiChannel - Sebanyak 35 anggota group para anak muda yang...